Beranda | Artikel
Menggapai Jenjang Perwalian (Seri-4)
Jumat, 15 Juli 2011

عَن أبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله  صلى الله عليه وسلم
: ((قال: إنَّ اللهَ قال مَنْ عادَى لِيْ وَلِياً فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبُّ إلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَ لاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَى أُحِبُّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعُهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرُهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ وَيَدُهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلُهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِيْ لَأُعِيْذَنَّهُ)) رواه البخاري

Terjemahan hadits:

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu ia berkata,‘Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sesungguhnya Allah telah berfirman,“Barangsiapa yang memusuhi waliKu maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya, dan tidaklah seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan Sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya jadilah aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai  tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepadaKu pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan dariKu pasti Aku akan melindunginya.’”

Kandungan hadits

Tulisan yang telah lalu telah kami diterangkan tentang pembahasan penting dari kandungan hadis di atas:

Pertama: Tentang al wala wal bara’ (loyalitas dan berlepas diri).

Dan menginjak ke kandungan selanjutnya adalah:

Kedua: Bagaimana mendekatkan diri kepada Allah.

Hal tersebut diambil dari potongan kedua dari hadits, “Dan tidaklah seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan Sunah hingga Aku mencintainya.”

Manhaj yang benar dalam beribadah

Dalam hadits mulia ini terdapat pula manhaj (tata cara) beribadah yaitu mendahulukan yang wajib diatas yang mandub (sunat), namun yang sering pula kita saksikan ditengah sebagian masyarakat Mereka sangat antusias melakukan Sunah tapi lalai dalam hal yang wajib, contoh seseorang yang rajin qiamullail (shalat malam) tapi sering terlambat shalat subuh berjamaah. Begitu pula masa musim haji sebagian orang ada yang mati-matian supaya bisa shalat di raudhah atau untuk bisa mencium Hajar Aswat, tetapi dengan melakukan hal yang haram seperti saling dorong sesama muslim. Ditambah lagi hal-hal yang wajib dalam haji itu sendiri mereka lalaikan seperti tidak mabit di Mina atau melempar jumrah dipagi hari pada hari Tasyrik dan lain sebagainya. Sebagaimana kata pepatah: “Karena mengharap burung punai di udara, ayam di pautan dilepaskan.”

Yang lebih memprihatinkan lagi kalau bersungguh-sungguh dalam amalan yang tidak ada dasarnya (amalan bid’ah), seperti Maulid atau memperingati tahun baru Hijriah, atau Nuzul Qur’an atau Isra’ Mi’raj, sering kita saksikan orang bersemangat melakukan acara-acara bid’ah tersebut yang setiap hari selalu lalai mengerjakan shalat. Begitu pula dalam berdakwah ada yang berpacu bagaimana mendirikan negara Islam tapi meremehkan orang yang mengajak kepada tauhid yang merupakan pondasi Islam itu sendiri. Begitu pula ada kelompok yang mengajak kepada akhlak semata tanpa membicarakan masalah Tauhid, dengan alasan mengkaji tauhid akan memecah belah umat. Betapa kejinya ungkapan tersebut, mengatakan bahwa tauhid sebagai biang keladi perpecahan. Tidakkah Mereka tahu bahwa tauhid adalah tujuan utama dawah para Rasul. Data dan fakta telah membuktikan selama dakwah tidak dilakukan sesuai dengan manhaj yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama itu pula umat ini akan tetap menjadi permainan musuh-musuhnya.

Oleh sebab itu Imam Malik berpesan, “Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang telah membuat jaya generesi sebelum mereka.”

Beberapa kesalahan dalam melakukan ibadah

Diantara kesalahan dalam beribadah adalah beribadah tanpa ilmu maka berakibat terjerumus kedalam bid’ah. Umar bin Abdul Aziz berkata, “Orang beramal tanpa ilmu kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar dari kemaslahatannya”. Oleh sebab itu, setiap  amalan yang akan kita lakukan, kita wajib memiliki ilmu tentangnya.

Seperti berzikir yang ngetren saat ini, maka kita perlu memiliki ilmu bagaimana berzikir menurut tuntunan Sunah dan bagaimana pengaplikasiannya oleh shahabat, jangan ikut sana, ikut sini, yang pada akhirnya bermuara pada kesesatan. Carilah ilmu kepada ahlinya, sebagaimana yang Allah pesankan kepada kita,

{فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ}

Maka bertanyalah kepada ulama jika kamu tidak tahu”. (An Nahl: 43).

Kalau para ikhwan ingin menjadi ahli teknik tentu belajar difakultas teknik yang para dosennya pakar dalam bidang teknik, begitu pula dalam bidang ahli lainnya, tapi saat sekarang banyak orang berani berbicara dalam agama, padahal baca alfatihah saja belum tentu benar. Banyak pakar gadungan sekarang dalam mengajarkan agama karena bisnisnya cukup mengembirakan, dan lebih sangat aneh kalau seseorang belajar Islam kepada orang kafir. Kalau sakit gigi saja kita pasti pilih dokter ahli gigi, tapi dalam hal agama kita justru belajar kepada siapa saja yang tidak tau dari mana rimbanya.

Allah telah berfirman,

{وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً}

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya.” (Al-Israa’: 36).

Sebaliknya adalah tidak mengamalkan ilmu yang dimiliki. Maka pelakukanya akan siksa sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah hadits bahwa orang tersebut akan mengelilingi sebuah pautan dalam neraka dengan tali perutnya, lalu orang-orang yang melihat keheranan sebab didunia dia adalah orang yang mengajarkan ilmu kepada mereka, lalu mereka bertanya, “Kenapa kamu ya si fulan? Bukankah kamu yang mengajak kami kepada kebaikan?” Ia menjawab, “Aku menyuruh kepada kebaikan tapi aku tidak melakukannya, aku mencegah dari kemungkaran tapi aku melakukannya”. Na’uzubillah min haza haal.

Allah telah berfirman,

{أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ}

Apakah kamu menyuruh manusia dengan kebaikan dan kamu melupakan dirimu sendiri, sedang kamu membaca Al kitab taurat), apakah kamu tidak memikirkannya.” (Al Baqarah: 44).

Oleh sebab itu, kita berselindung dari kedua sikap jelek ini, tidak kurang dari 17 kali dalam sehari semalam yaitu; beramal tanpa ilmu atau berilmu tapi tidak beramal.

{اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ}

Ya Allah tujukilah kami Jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepada mereka. Bukan jalan orang-orang yang engkau marahi dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat”. (Al Fatihah, ayat: 6-7).

Ayat ini ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang-orang yang dimarahi adalah orang-orang Yahudi, karena Mereka mengetahui kebenaran tapi tidak mau mengikuti kebenaran tersebut. Sedangkan jalan orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrany, karena Mereka beramal tapi tidak dengan ilmu.

Keutamaan melakukan amalan-amalan Sunah.

Kemudian diantara hal yang amat cepat mengantarkan seseorang kepada memperoleh kecintaan dari Allah adalah aktif melakukan amalan-amalan Sunah sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang sedang kita bahas ini.

Bila seseorang telah dicintai Allah maka seluruh makhluk akan mencintainya. Disebutkan dalam hadits lain bila Allah telah mencintai seseorang, Allah memanggil Jibril dan memberitahunya bahwa ia telah mencintai sipulan, maka Allah menyuruh jibril untuk mencintainya, selanjutnya Jibrilpun memberitahu para malaikat bahwa Allah mencintai sipulan, maka seluruh malaikat mencintainya, kemudian Allah menjadikannya orang yang diterima di bumi.” (HR. Bukhari no: 3037, dan Muslim no: 2637).

Kemudian diantara keutamaan  amalan Sunah adalah untuk menyempurnakan amalan wajib yang punya nilai kurang dalam pelaksanaanya. Kemudian melakukan amalan Sunah perlu pula mengurut seperti dalam amalan wajib artinya kita mulai yang lebih utama dari amalan-amalan Sunah. Kalau dalam shalat umpamanya setelah Sunah rawatib shalat witir dan tahajud. Kemudian perlu pula diperhatikan kondisi dan situasi amalan tersebut, seperti saat mendengar azan yang afdhol adalah menjawab azan, bukan membaca Alquran sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Begitu pula bagi seorang yang memiliki harta yang utama baginya adalah berinfak dan membantu fakr-miskin. Bagi seorang penguasa adalah belaku adil dan amanah dalam menjalankan tugasnya. Begitu pula halnya dalam berdakwah masing-masing melaksanakan profesi yang digelutinya sesuai dengan aturan Islam serta menyebarkan Islam melalui profesinya tersebut. Maka disini kita perlu menuntut ilmu supaya kita mengetahui tingkatan amalan yang akan kita lakukan.

=Bersambung insya Allah=

Penulis: Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.dzikra.com


Artikel asli: https://dzikra.com/wali/